Powered By Blogger

Welcome Sahabat.

Saya sebagai penulis berharap dapat berbagi ilmu dan pengalaman bersama-sama sahabat semua. thanks

Jumat, 03 April 2009

AKAR HISTORIS KESAMAAN MILLAH IBRAHIM (PERBEDAAN TIGA AGAMA SAMAWI)

AKAR HISTORIS KESAMAAN MILLAH IBRAHIM (PERBEDAAN TIGA AGAMA SAMAWI)

Pada perayaan hari Idul Adha tahun 1414 H yang lalu, presiden Amerika, Bill Clinton menyampaikan ucapan selamat kepada seluruh umat Islam berkenaan dengan hari raya Idul Adha.

Di antara ucapannya adalah sebagai berikut, " Sesungguhnya saya menggunakan kesempatan ini untuk menyampaikan selamat hari raya Idul Adha sambil mengingatkan kepada seluruh dunia terhadap kesamaan akar historis yang dalam antara umat Nasrani dan Yahudi Amerika dengan umat Islam ".

Apa yang diungkapkan presiden negara adidaya waktu itu bahwa ada kesamaan akar historis antara Yahudi, Nasrani dan Islam tidaklah salah. Akar historis tersebut berpangkal kepada Nabi Ibrahim AS.

Dalam Kitab Kejadian pasal 17:15-21,

"Selanjutnya Allah berfirman kepada Abraham, tentang isterimu Sarai, janganlah engkau menyebut dia lagi Sarai, tetapi Sara itulah namanya. Aku akan memberkatinya dan dari dia padanya juga aku akan memberikan padamu seorang laki-laki, bahkan aku akan memberkatinya sehingga ia menjadi ibu bangsa-bangsa, raja bangsa-bangsa akan lahir daripadanya. Lalu tertunduklah Abraham dan tertawa serta berkata dalam hatinya, "Mungkinkah bagi seorang yang berumur seratus tahun dilahirkan seorang anak, dan mungkinkah Sara yang telah berumur sembilan puluh tahun itu melahirkan seorang anak?". Dan Abraham berkata kepada Allah, " Akh, sekiranya Ismail diperkenankan hidup di hadapan-Mu ?".

Tetapi Allah berfirman, "Tidak, melainkan isterimu Sara-lah yang akan melahirkan anak laki-lakimu, dan engkau akan menamai dia Ishak, dan aku akan mengadakan perjanjianku dengan dia menjadi perjanjian yang kekal untuk keturunannya.

Tentang Ismail, Aku telah mendengarkan permintaanmu, ia akan Ku berkati, Ku buat beranak-cucu dan sangat banyak. Ia akan memperanakkan dua belas raja dan Aku akan membuatnya menjadi bangsa yang besar."

Dengan demikian tampaklah jelas keistimewaan yang diberikan Allah kepada Ismail, yaitu akan memberkatinya membuahkan dan memperbanyak keturunannya. Dua belas pimpinan akan lahir darinya. Jumlah anak Ismail tersebut telah terbukti dan sungguh dilahirkan sebagaimana yang disebutkan Kitab Kejadian 25:12-15

"Inilah keturunan Ismail, anak Abraham yang telah dilahirkan baginya oleh Hagar, perempuan Mesir hamba sara itu. Inilah nama anak-anak Ismail, disebutkan menurut urutan lahirnya : Nebayot (anak sulung ismail ), Kedar, Adbeel, Mibsam, Misyma, Duma, Masa, Hadad, Tema, Bietur, Nafizi dan Ketma. Itulah anak-anak Ismail dan itulah nama-nama mereka.

Ada hal lain firman Allah dalam Al Kitabang membenarkan misi tauhid semua nabi sama. Al-Qur’an melengkapi kitab sebelumnya dan hanya Islam yang masih taat dengan perjanjian soal khitanan bagi semua laki-laki.

Kitab Kejadian 17:9-14, " lagi firman Allah kepada Abraham, "Dari pihakmu, engkau harus memegang perjanjian-Ku, engkau dan keturunanmu turun temurun. Inilah perjanjian-Ku yang harus kamu pegang antara aku dan kamu serta keturunanmu, yaitu setiap laki-laki diantaramu harus disunat, haruslah dukerat kulit khatanmu dan itulah akan menjadi tanda perjanjian antara Aku dan kamu. Anak yang berumur delapan hari haruslah disunat, yakni setiap laki-laki di atara kamu turun temurun baik yang lahir di rumahmu maupun yang dibeli dengan uang dari salah seorang asing tetapi tidak termasuk keturunanmu, orang yang lahir di rumahmu dan orang yang engkau beli dengan uang harus disunat. Maka dalam dagingmulah perjanjian-Ku itu menjadi perjanjian yang kekal. Dan orang yang tidak disunatyakni laki-laki yang tidak dikerat kulit khatannya maka orang itu harus dilenyapkan dari antara orang-orang sebangsanya, ia telah mengingkari perjanjian-Ku."

Tanda perjanjian ini tetap berlaku pada beberapa generasi setelah Ibrahim sampai kepada Nabi Isa AS yang dikhitan pada saat berumur 8 hari, diriwayatkan oleh Injil Lukas 2-21, "Dan ketika genap delapan hari, dan ia harus disunatkan, ia diberi nama Yesus yaitu nama yang disebut malaikat sebelum ia dikandung ibunya."

Hal ini tetap berlaku sampai akhirnya digugurkan/dihapuskan oleh Paus Paulus dari agama Nasrani, akan tetapi umat Islam sampai sekarang masih melaksanakan syariat tersebutuntuk merealisir tanda perjanjian yang ditetapkan Allah kepada nabi Ibrahim dan kepada kakek mereka Ismail untuk tetap diberkati dan menjadi bangsa yang besar.

Dari uraian tersebut dapatlah disimpulkan bahwa dari ketiga agama yang memiliki akar historis itu masing masing memiliki perbedaan yang nyata terutama dalam pandangan masing-masing agama satu sama lain Perbedaan ini akan membuktikan tingkat logika dan toleransi Islam.

Umat Yahudi mempercayai Nabi Musa AS, tetapi tidak mau menerima apa yang diserukan beliau. Merka kafir terhadap Nabi Isa AS dan Nabi Muhammad SAW.

Umat Nasrani lebih berkurang sedikit tingkat fanatismenyamereka mempercayai Nabi Musa AS dan NAbi Isa AS, menyatukan kitab Perjanjian Lama dan Baru menjadi satu kitab suci. Hanya saja mereka ingkar kepada nabi Muhammad SAW apalagi terhadap umat Islam.

Umat Islam mempercayai ketiga rasul tersebut, yaitu Musa, Isa dan Muhammad, dan mendudukkan ketiganya dalam satu derajat dan ajaran. Iman seorang Muslim tidak sah jika tidak mempercayai salah satu rasul tersebut.

Disinilah tampak toleransi agama Islam dan tingkat penggunaan logikanya.

Roger Arnold, dalam bukunya yang berjudul "Tiga Rasul Bagi satu Pencipta" mengatakan bahwa agama Islam mengakui semua para nabi, sedangkan orang-orang Yahudi menjauhkan Isa dan Muhammad, dan orang-orang nasrani menjauhkan Muhammad SAW. Agama Islam adalah agama yang lebih terbuka.

Islam, suatu agama yang mempelakukan dengan baik dan hormat semua rasulullah sejak nabi Ibrahim sampai nabi Muhammad, tidak membedakan antara satu rasul dengan yang lainnya, Ismail, Ishak, Ya’kub, Musa, Isa dan Muhammad. Semuanya adalah nabi dan rasul yang diutus untuk memberi petunjuk kepada manusia.

seorang muslim harus beriman kepada semua nabi dan keimanan ini merupakan syarat iman kepada nabi Muhammad SAW.

Inilah yang diperintahkan Al Qur’an dan nabi Muhammad kepada kita.

Musyrik vs Tauhid

Musyrik vs Tauhid

Musyrik vs Tauhid [Photo]
[Photo] [Photo]
[Photo] Jumat, 2007 September 21 Kerasulan bagian 1 Dalam percaturan politik dimuka bumi ada dua macam istilah kekuasaan yaitu kekuasaan manusia dan kekuasaan Allah, keduanya berbicara mengenai kekuasaan, Olehnya itu ada kita sering dengar bahwa dalam hal ajaran agama jangan disangkut pautkan dengan kekuasaan dalam politik, agama untuk agama, politik untuk kekuasaan. Jadi berbicara masalah politik adalah berbicara masalah kekuasaan. Jadi dalam hal kekuasaan tentu ada hubungannya dengan hukum, penguasa, ummah, dan wilayah.

Jadi berbica tentang Allah Maha Kuasa, Allah Maha besar adalah berbicara masalah politik Allah, kekuasaan Allah, jadi maksudnya adalah Allah penguasa jagad alam semesta ini dalam arti seluruh kekuasaan alam ini tidak ada kekuasaan yang eksis melainkan kekuasaan Allah. Olehnya itu dalam hal kerajaan Allah dimuka bumi maka seharusnya yang berkuasa kepada manusia adalah Allah. jadi Allah berkuasa di bumi bukan berbicara kekuasaan dalam hal materi tapi Allah berkuasa juga pada manusia dimana manusia taat kepada Allah. Karena manusia adalah ciptaan Allah, jadi ketaatan manusia kepada Allah adalah melaksanakan segala perintah dan larangannya.

Tatkala sebuah komunitas melaksanakan hukum Allah maka Rajanya adalah Allah, tatkala dalam kekuasaan yang diatur oleh manusia maka rajanya adalah berhala. Yang disebut berhala bukan batu, bukan kayu, berhala adalah sesuatu yang disejajarkan dengan Allah tapi itu adalah buatan manusia, berhala itu adalah merupakan hasil produk manusia yang kemudian diabdi, yang kemudian dilambangkan dalam bentuk sysmbol-symbol negara.

Jadi dunia ini selalu ada dua kekuasaan yang selalu silih berganti antara kekuasaan yang diciptakan Allah tatkala Dia mengutus RasulNya dan kekuasaan yang diciptakan manusia tatkala kerajaan yang diciptakan Allah itu sudah habis masanya, terkadang bumi dikuasai oleh Allah melalui RasulNya yang kemudian dilanjutkan oleh khalifah, dan terkadang bumi dikuasai oleh thoghut (syaithon).

40/29. (Musa berkata): "Hai kaumku, untukmulah kerajaan pada hari ini dengan berkuasa di muka bumi. Siapakah yang akan menolong kita dari azab Allah jika azab itu menimpa kita!" Fir'aun berkata: "Aku tidak mengemukakan kepadamu, melainkan apa yang aku pandang baik; dan aku tiada menunjukkan kepadamu selain jalan yang benar."

20/120. Kemudian syaitan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata: "Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?"

Jadi Allah sebagai Rabbul ’alamin selalu memperjalankan atau selalu mempergilirkan kekuasaan itu. Ibarat dalam suatu pemerintahan ada yang dinamakan pemilu untuk memilih seorang gubernur dari suatu kelompok yang mewakili suatu kelompok tertentu.

Dalam kitab-kitab Allah, kita mengetahui bahwa apa yang diwahyukan kepada Nabi-Nabi mulai dari Khalifah Adam adalah sama, olehnya itu diperlukan sebuah penjagaan misi supaya misi tersebut ada standarnya, jadi kalau misi itu sudah menyebar karena sudah dimakan oleh masa, maka otomatis wahyu yang pernah diajarkan Allah melalui RasulNya akan dicabut lagi. Maka untuk itulah harus ada kitab yang menjadi stándar ajaran Allah semenjak dari Adam, jadi kitab inilah yang akan menjaga ajaran Allah. Untuk itulah kita sebagai manusia tinggal menjalani saja, karena peta perjalanan ummat manusia sudah digariskan oleh Allah, kodrat manusia sudah diqodarkan oleh Allah, tinggal manusia saja mau menjalankan kehidupan yang mana, apakah model kehidupan yang diundangkan manusia atau model kehidupan yang diundangkan Allah, oleh karena itu ada sebuah kitab yang dijadikan tuntunan untuk mengetahui sejarah perjalanan ummat manusia.

Untuk lebih jelasnya kita harus mengetahui system kerasulan, kita jadikan Abraham sebagai stándar karena kata Allah dia adalah orang yang hanif dan bukan orang musyrik, karena tidak ada bedanya apa yang dibawah oleh Nuh, itu juga yang diwahyukan kepada Ibrahim.

16/123. Kemudian Kami wahyukan kepadamu: "Ikutilah milata Ibrahim seorang yang hanif" dan bukanlah dia termasuk Musyrikin.

Menjadi pertanyaan kenapa Allah mengatakan Ibrahim itu bukan orang musyrik tetapi dia adalah orang yang hanif, untuk itulah kita harus mengetahui sejarah perjalanan ummat manusia, karena dalam kitab-kitab Allah paling banyak diceritakan mengenai anak-anak Abraham baik itu dalam Taurat, Injil dan Al Qur’an. Dan tentu saja berdasarkan kitab-kitab Allah, karena kata Allah apabila kalian berbeda pendapat maka kembalikanlah kepada Allah artinya untuk menyelesaikan segala permasalahan adalah berdasarkan kitab-kitab Allah karena kitab adalah min kulli amri, untuk mengatur segala urusan.

Abraham adalah orang babylonia bukan orang Arab, beliau lahir di Irak dekat sungai Tigris, jadi cerita Ibrahim adalah cerita mengenai kerajaan (kekuasaan) yang besar namanya Namrudz yang ada di Irak, Babylon itu adalah kelanjutan dari kekuasaan Nuh Rasulullah yang sudah hancur, yang kemudian dibangun lagi, penguasa dari babylon yang bernama namrudz menggunakan system plurality artinya dimana digambarkan ada patung besar dan patung-patung yang lain, jadi sudah bergeser dari Ad Din yang dibawah oleh Nuh, artinya mereka sudah tidak mengabdi secara fitrah kepada Allah, tetapi sudah mengabdi kepada dewa bangsa-bangsa, yang kemudian Ibrahim berda’wah kepada bangsanya agar kembali kepada fitrah yaitu Ad Din atau tatacara hidup nenek moyang mereka yaitu peng’abdian yang benar dimana tidak ada ilah-ilah lain selain Allah.

Akibat da’wah Ibrahim akhirnya dia diusir oleh bangsanya, 19/41-48 akibat dia mencela sesembahan oleh Bapak-Bapaknya, sebagai orang yang tetap konsis akidahnya maka Ibrahim lebih baik memilih untuk behijrah dari bangsanya, mengembara dari bangsa ke bangsa 60/4-6., Ibrahim meninggalkan negerinya dalam rangka mencari dimana dia dapat mengabdi dengan benar kepada Allah saja, dimana Ad Din itu bisa diterima,

Ibrahim mempunyai seorang istri bernama Sarah namun mandul. Akhirnya sarah memberikan gundiknya yaitu Haqar seorang wanita Mesir untuk dipersunting mungkin dari dialah Sarah mempunyai anak. Dari Haqar itulah lahir seorang anak yang bernama Ismail.

Kitab Kejadian
16:1. Adapun Sarai, isteri Abram itu, tidak beranak. Ia mempunyai seorang hamba perempuan, orang Mesir, Hagar namanya.
16:2 Berkatalah Sarai kepada Abram: "Engkau tahu, TUHAN tidak memberi aku melahirkan anak. Karena itu baiklah hampiri hambaku itu; mungkin oleh dialah aku dapat memperoleh seorang anak." Dan Abram mendengarkan perkataan Sarai.
16:3 Jadi Sarai, isteri Abram itu, mengambil Hagar, hambanya, orang Mesir itu, yakni ketika Abram telah sepuluh tahun tinggal di tanah Kanaan,lalu memberikannya kepada Abram, suaminya, untuk menjadi isterinya.

Jadi seharusnya tidak ada alasan Sara untuk mengakui Ismail sebagai anaknya, atau orang-orang Yahudi dan Kristen hari ini untuk menolak Ismail, karena Ismail terlahir sah sebagai seorang anak, bukan anak haram karena resmi atas restu sara.

Ketika Ismail akan disunat pada saat berumur 13 tahun. Bersamaan juga dengan Abraham disunat, umur Abraham 99 Tahun saat dia disunat barulah disitu Allah berjanji kepada Abraham akan memberikan seorang anak dari Sara tahun berikutnya. Jadi Ishaq lahir pada saat Abraham berumur 100 tahun itu berarti umur Ismail kurang lebih hampir 14 tahun. Jadi selisih perbedaan Ishaq dengan Ismail adalah kurang lebih 14 tahun.

Ismail adalah anak sulung, sebagaimana layaknya orang-orang pada saat itu maka Ismail mempunyai hak kesulungan, maka sebagai anak sulung tentu dia punya hak untuk mewarisi kekuasaan BapakNya.

Pada saat Ibrahim melakukan perjamuan, Ismail sedang bermain-main dengan adiknya Ishaq, Sara melihat maka dia berpikiran bahwa nantinya Ismail inilah yang akan menjadi penghalang, batu sandung bagi karir Ishaq yaitu Haqar yang diserahkan oleh Sara kepada Abraham, Karena pada saat itu ada istilah hak kesulungan, namun meskipun Haqar adalah seorang budak tetapi dia adalah budak yang diizinkan, resmi, hasil persetujuan Sara sendiri.

Maka diusirlah Haqar beserta anaknya, Ibrahim sempat marah karena Ismail juga adalah anaknya namun Allah berfirman “apa yang diperintahkan oleh istrimu penuhilah karena kelak yang akan diakui sebagai keturunanmu adalah dari Ishaq tetapi anak dari budakmu pun akan aku jadikan sebagai bangsa yang besar karena diapun adalah anakmu“ barulah Abraham mengerti.

Kejadian: 21
21:8 Bertambah besarlah anak itu dan ia disapih, lalu Abraham mengadakan perjamuan besar pada hari Ishak disapih itu.
21:9. Pada waktu itu Sara melihat, bahwa anak yang dilahirkan Hagar, perempuan Mesir itu bagi Abraham, sedang main dengan Ishak, anaknya sendiri.
21:10 Berkatalah Sara kepada Abraham: "Usirlah hamba perempuan itu beserta anaknya, Sebab anak hamba ini tidak akan menjadi ahli waris bersama-sama dengan anakku Ishak."
21:11 Hal ini sangat menyebalkan Abraham oleh karena anaknya itu.
21:12 Tetapi Allah berfirman kepada Abraham: "Janganlah sebal hatimu karena hal anak dan budakmu itu; dalam segala yang dikatakan Sara kepadamu, haruslah engkau mendengarkannya, sebab yang akan disebut keturunanmu ialah yang berasal dari Ishak.
21:13 Tetapi keturunan dari hambamu itu juga akan Kubuat menjadi suatu bangsa, karena iapun anakmu.

Yang dimaksud keturunanmu ialah yang berasal dari Ishaq berbicara mengenail ahli waris tentang siapa yang akan menjadi pewaris pertama dalam hal diberkatinya untuk menjadi raja bangsa-bangsa, karena pada kejadian 21:13 pun Allah mengatakan juga bahwa keturunan dari hambamu juga akan dibuat menjadi suatu bangsa karena iapun anakmu. Kemarahan Sara diatas yang tidak mau agar anaknya menjadi ahli waris bersama-sama karena ketika Ishaq sedang bermain dengan kakaknya tentu saja sebagai seorang kakak, Ismail kemungkinan melakukan tindakan yang tidak disukai oleh Sara, karena yang namanya seorang kakak terkadang mainin adiknya, mungkin memukullah, jitak kepalanya, atau apa ajalah, padahal sebenarnya tindakan yang dilakukan itu bukan secara disengaja.

Namun bagi seorang Ibu yang melihat anak yang disayangnya itu diperlakukan seperti itu pasti akan marah meskipun dia itu adalah saudara kandung, karena dalam kitab sendiri dikatakan bahwa Sara itu sayang kepada Ishaq. Jadi bukan berarti Ismail itu dinafikkan sebagai seorang anak, hanya Sara mungkin berfikir salah tentang Ismail, masih kecil saja sudah digituin apalagi jika sudah besar, bisa-bisa Ishaq tidak mendapat tempat. Diusir bukan berarti dibenci tapi diungsikan ketempat yang lain.

Ada hal yang menarik yang selama ini dipertentangkan oleh orang-orang gereja dan masjid, tentang siapa yang dikurbankan, apakah Ishaq atau Ismail, sebab kenapa dalam Kitab Taurat yang dikurbankan adalah Ishaq, sedang didalam Al Qur’an tidak ada nama disebutkan siapa yang dikurbankan.

kitab Kejadian 22 dimana ada dialoq antara Abraham dengan anaknya, jika itu adalah Ishaq, paling tidak umurnya diatas 5 tahun, jadi umur Ismail antara 19-20 tahun.

Dimana pada Kitab kejadian 22 ayat 2, dikatakan "FirmanNya: Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishaq"

Yang menjadi pertanyaan "apakah Ishaq sudah lahir ketika Allah berkata kepada Abraham? "Ambillah anakkmu yang tunggal itu yang engkau kasihi" Padahal Ishaq adalah anak kedua dari Abraham.

Tapi menurut orang-orang gereja bahwa "Ishaq anak tunggal Sarah" , memang benar Ishaq anak tunggal dari Sarah, namun yang perlu digaris bawahi adalah "Perintah diatas bukan perintah kepada Sarah tapi kepada Abraham, Jika perintah kepada Sarah, bisa dibenarkan, Akan tetapi menurut Kitab kejadian 22 adalah perintah Allah kepada Abraham, yang diuji adalah iman Abraham, bukan Sarah"

Jika Ishaq sudah lahir mana mungkin Allah akan mengatakan "Ambillah anakmu yang tunggal itu, tetapi ambillah anakmu yang bungsu itu, yang engkau kasihi"

Maka kata "Yakni Ishaq" diatas adalah pengkaburan yang dilakukan oleh orang-orang yang terlalu fanatismis kepada Ishaq yang tidak mau mengakui Ismail adalah anak Abraham. Jelas sekali bahwa Yang dikurbankan itu adalah Ismail “anakmu yang tunggal” berarti Ishaq belum lahir, Jadi ada kejanggalan pada Kitab kejadian 22 ayat 2 tersebut.

Haqar dan Ismail diungsikan ke selatan (Mekkah) dalam bahasa kasarnya dibuang jadi Ismail bukan orang Arab tapi orang Mesir, Ismail ketika diusir sudah remaja bukan saat dia berumur masih bayi seperti cerita orang hari ini. Minimal umur Ismail 15 tahun karena ketika Sara menyuruh Abraham mengusir Haqar dan Ismail, Ishaq sudah lahir bahkan dibible dikatakan Ishaq masih disusui, Sedang orang disusui adalah dari 0 sampai 2 tahun, kalau Ishaq sekitar 2 tahun maka itu berarti Ismail berumur kurang lebih 15 tahun. Kalau bible mengatakan bahwa Ismail digendong oleh Ibunya, bagaimana mungkin ada ibu menggendong anaknya yang sudah 15 tahun, ada juga seharusnya Ismail yang menggendong ibunya. Karena jika melihat postur tubuh orang-orang Arab yang gede’. Kelihatan lagi pengkaburan ayat yang ada dalam bible. Jadi orang Masjid salah, orang gereja juga salah.

Jadi persoalan masalah kurban itu, bukan ketika Ismail masih Orok tapi tatkala Ismail sudah dewasa. 37/102. Maka tatkala anak itu sampai pada umur sanggup (falamma balagho ma’ahussa’ya) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar."

Pengertian balagho kita bisa lihat dalam ayat 46/15

Jadi Ismail dikurbankan dalam rangka membersihkan ka’bah dari kemusyrikan 2/124. Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Rabnya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku". Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang dzalim.

Itulah ujian Allah kepada Ibrahim, Kejadian 22:1 Setelah semuanya itu Allah mencoba (menguji) Abraham, ia berfirman kepadanya. “Abaraham”, lalu sahutnya “yah Tuhan



Bersambung ......... Diposkan oleh Salman4213.

Tegaknya Yerussalem Kedua dan Nubuwah akan keruntuhannya

Tegaknya Yerussalem Kedua dan Nubuwah akan keruntuhannya

· Allah yang telah berjanji kepada Bani Israel dengan pemulihan Yerussalem tidaklah mungkin akan mengingkari janji-Nya. Maka tegak dan berdirilah Kerajaan-Nya pada masa Yesus dan berjaya selama 700 tahun sama seperti pada zaman Musa-Yosua.

· Kalau ada yang mengatakan bahwa Yesus belum memulihkan Yerussalem pada zamannya, atau bahkan mati dalam misinya, maka sesungguhnya orang tersebut telah menuduh bahwa Yesus adalah nabi palsu, karena tidak menggenapi nubuwah para nabi. Atau lebih dari itu, mereka sebenarnya menuduh bahwa para nabi yang menubuwahkan Mesias adalah para nabi palsu, juga Allah yang memerintahkan mereka untuk bernubuwah adalah Allah yang pembohong.

· Tapi sunnatulloh tetap berlaku, dua kali kerajaan Allah ditegakkan Bani Israel, pasti akan runtuh kembali. Hal ini supaya tergenapi nubuwah para nabi akan dua kali kerusakan (Marrotain) pada QS 17/4.

· Lukas 21 : 20-24 = “Apabila kamu melihat Yerusalem dikepung oleh tentara-tentara, ketahuilah, bahwa keruntuhannya sudah dekat. Pada waktu itu orang-orang yang berada di Yudea harus melarikan diri ke pegunungan, dan orang-orang yang berada di dalam kota harus mengungsi, dan orang-orang yang berada di pedusunan jangan masuk lagi ke dalam kota, sebab itulah masa pembalasan di mana akan genap semua yang ada tertulis. Celakalah ibu-ibu yang sedang hamil atau yang menyusukan bayi pada masa itu! Sebab akan datang kesesakan yang dahsyat atas seluruh negeri dan murka atas bangsa ini, dan mereka akan tewas oleh mata pedang dan dibawa sebagai tawanan ke segala bangsa, dan Yerusalem akan diinjak-injak oleh bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, sampai genaplah zaman bangsa-bangsa itu.

· Lukas 21 : 5-6 = Ketika beberapa orang berbicara tentang Bait Allah dan mengagumi bangunan itu yang dihiasi dengan batu yang indah-indah dan dengan berbagai-bagai barang persembahan, berkatalah Yesus: “Apa yang kamu lihat di situ–akan datang harinya di mana tidak ada satu batupun akan dibiarkan terletak di atas batu yang lain; semuanya akan diruntuhkan.”

· Setelah itu Yerussalem dijajah lagi oleh Romawi, mulai saat itu sejarah tentang pemulihan Yerussalem oleh Yesus dihapus dalam sejarah dunia. Dikatakan dalam Daniel 7 : 25 = Ia akan mengucapkan perkataan yang menentang Yang Mahatinggi, dan akan menganiaya orang-orang kudus milik Yang Mahatinggi; ia berusaha untuk mengubah waktu dan hukum, dan mereka akan diserahkan ke dalam tangannya selama satu masa dan dua masa dan setengah masa. Jadi itulah mengapa kita sekarang tidak mendapati data sejarah tentang Yerussalem kedua.

ESENSI SYIRIK (MUSYRIK) KEPADA ALLAH

Sabtu, 04 April 2009

Berdasarkan faham Alloh yang Rohman dan yang Rohim, segala puji bagi Alloh Yang Mencipta dan Mengatur alam semesta, yang hanya kepada Engkaulah seharusnya kami mengabdi dan meminta pertolongan. Kemudian shalawat serta salam kita curahkan kepada para Rosul, khususnya Muhammad yang telah sempurna dalam menjalankan Misi Risalah-Nya yakni tegaknya Islam sebagai satu-satunya Dien Haq yang Alloh ridhoi.

Terdapat hubungan atau kaitan yang sangat erat antara Penciptaan Makhluk, termasuk manusia[1], dengan Pengabdiannya kepada Sang Pencipta, Alloh. Dalam salah satu surah, yakni surah Adz Dzaariyat 51:56 dijelaskan bahwa tidaklah Alloh menciptakan Jin dan Manusia melainkan untuk mengabdi kepada-Nya. Bahwa dalam setiap proses penciptaan, terdapat suatu pengabdian. Artinya, seharusnya dari proses penciptaan yang kita amati, kita beroleh ibroh ‘pelajaran’ tentang pengabdian yang benar. Tentu saja, untuk dapat mengetahui dan memahami secara benar dan pasti atas proses penciptaan, maka diperlukan suatu ilmu. Nah, dari sinilah kita baru dapat memahami bahwa memang dalam upaya pengabdian kita kepada Alloh mutlak dibutuhkan sebuah ilmu, sebagaimana dijelaskan dalam surah Al Israa 17:36.

Adanya kepenguasaan atas ilmu ini sesuai dengan kata ya’budu (= liya’buduni) atau mengabdi yang terdapat dalam surah Adz Dzaariyat di atas. Dalam beberapa terjemahan, kata liya’buduni dalam ayat itu seringkali diterjemahkan secara tidak tepat, yakni untuk menyembah-Ku. Terdapat perbedaan yang sangat jelas antara kata mengabdi dengan kata menyembah. Kata yang pertama, yakni mengabdi memiliki lingkup yang lebih luas dibandingkan kata yang kedua, yakni menyembah[2]. Jika kata liya’buduni diartikan dengan untuk menyembah-Ku, maka konteksnya akan terbatas hanya pada ritus-ritus penyembahan dan pemujaan. Akibatnya, orang berfikiran bahwa masalah agama hanya terbatas pada perihal lima rukun Islam, dan enam rukun Iman, sementara di luar daripada itu tidak.

Berbeda dengan kata menyembah yang lingkupnya begitu terbatas, kata mengabdi memiliki lingkup yang tidak hanya luas tetapi begitu luas, melingkupi seluruh aspek kehidupan manusia. Dalam bahasa yang gampang dimengerti (dan mempermudah untuk membedakannya dengan kata menyembah), jika kata ya’budu diterjemahkan mengabdi, maka tidak ada pemisahan antara masalah agama dengan masalah duniawi, dan inilah yang seharusnya terjadi. Sebagai contoh, orang yang bekerja dan melakukan aktivitas-aktivitas yang ditujukan bagi kepentingan negara, yang menaati aturan-aturan atau hukum-hukum negara, dapat dikatakan sebagai mengabdi pada negara. Seseorang tidak dapat dikatakan sebagai warga negara atau pengabdi negara yang baik, jika dia tidak menaati aturan-aturan atau hukum-hukum yang telah ditetapkan dalam negara tersebut. Hal yang sifatnya demikian pun terjadi dalam konteks pengabdian manusia kepada Sang Kholiqnya, Alloh. Dia-lah yang telah menciptakan makhluq, termasuk manusia, dengan segala macam dan bentuk ketetapannya. Oleh karena itu, manusia baru dapat dikatakan mengabdi kepada Alloh, jika segala aktivitas yang dilakukannya ditujukan hanya untuk Alloh, dan tidak menyalahi atau keluar dari aturan-aturan atau hukum-hukum yang telah ditetapkan-Nya.

Di awal telah dijelaskan bahwa dalam upaya pengabdian kita kepada Alloh mutlak dibutuhkan suatu ilmu. Terkait dengan ilmu ini, ada beberapa hal yang tidak boleh kita lakukan, yakni 1) Mengikuti dengan tanpa dipelajari dan dipahami dulu apa-apa yang diwariskan nenek moyang, karena nenek moyang tidak mengetahui sesuatu apa pun dan tidak berpetunjuk –Al Baqarah 2:170-, 2) Melakukan sesuatu atas dasar kebenaran individu (persangkaan), sedangkan persangkaan itu tiada berfaedah sedikit pun terhadap kebenaran –An Najm 53:28-, dan 3) Mengikuti kebanyakan orang hanya karena jumlah yang lebih besar, padahal mereka (kebanyakan orang) hanya menyesatkan dikarenakan mengikuti persangkaan belaka dan berdusta –Al An’am 6:116-.

Jika mengikuti kebenaran individu tidak boleh, mengikuti tradisi nenek moyang dan kebanyakan orang juga tidak boleh, lalu apakah yang harus diikuti? Jawabannya adalah Al Quran, sebagaimana diterangkan dalam surah Al A’raaf 7:3, “Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu (Al Quran) dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya[3]. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya).” Sangat jelas, bahwa dalam ayat tersebut terdapat perintah (ittabi’uu = ikutilah!) untuk mengikuti apa yang diturunkan kepadamu, yakni Al Quran. Jadi, dapatlah disimpulkan bahwa mengabdi kepada Alloh harus berdasarkan ilmu, dan untuk mendapatkan dan memahami ilmu tersebut harus melalui Al Quran, karena di dalamnya dijelaskan segala sesuatu dan menjadi petunjuk serta rahmat bagi mereka yang meyakininya.

Hari ini banyak yang berfahaman bahwa sangat sulit atau tidak mudah untuk mempelajari Al Quran, karena terlebih dulu harus bisa tajwid, nahwu-shorof, manteq dan lain-lain. Sementara untuk dapat memahami hal-hal tersebut, misalnya, nahwu-shorof sangatlah sulit dan diperlukan waktu yang cukup lama. Inilah nampaknya informasi yang membuat banyak orang terjebak ke dalam salah satu atau bahkan ke ketiga poin yang tidak boleh dilakukan. Karena informasi yang tidak lengkap tersebut, akhirnya banyak orang lebih menyukai untuk mendengarkan saja apa kata orang, atau cukup mengikuti dan melanjutkan apa-apa yang telah diwariskan nenek moyang, yang justru menyebabkan mereka tidak akan pernah tahu bagaimana bentuk mengabdi yang benar kepada Alloh.

Hal yang sebenarnya adalah bahwa untuk dapat mempelajari dan memahami Al Quran sangatlah mudah, sebagaimana dijelaskan dalam surat Thaahaa 20:2, dan Al Qomar 54:17. “Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Qur'an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” Hari ini banyak yang mengerti tajwid[4], nahwu-shorof, manteq dan lain-lainnya, tetapi pertanyaannya adalah kenapa banyak orang tidak dapat memahami Al Quran? Alasannya adalah karena Al Quran merupakan kitab suci yang hanya bisa difahami oleh orang-orang yang suci pula, sebagaimana dijelaskan dalam surah Al Waaqi’ah 56:77-79, “Sesungguhnya Al Qur'an ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (Lauh Mahfuzh), tidak menyentuhnya (Al Quran) kecuali hamba-hamba yang disucikan.” Sangat jelas dalam ayat tersebut dikatakan, bahwa hanya orang-orang yang suci yang dapat menyentuh Al Quran. Jadi, tidak dapat difahaminya Al Quran bukan karena tajwid, nahwu-shorof, manteq dan lain-lain, tetapi karena ada persyaratan untuk dapat memahaminya, yakni orang harus dalam keadaan suci.

Yang dimaksud dengan menyentuh dalam ayat di atas bukanlah menyentuh dalam artian fisik, dan juga bukan menyentuh fisik mushaf Al Quran. Karena ketika ayat ini turun, Al Quran belum dimushafkan (dibukukan) dan dicetak dalam bentuk buku. Di samping itu, sangatlah tidak masuk akal jika fisik mushaf Al Quran tidak dapat disentuh secara fisik. Siapa pun orangnya, meskipun dalam kondisi yang kotor (fisik) atau bahkan yang bukan beragama Islam, pasti dapat menyentuh fisik Al Quran secara fisik. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan menyentuh dalam ayat tersebut bukanlah menyentuh dalam artian fisik, tetapi secara nilai. Yang dimaksud dengan menyentuh dalam ayat tersebut adalah memahami, sehingga terjemahan dalam ayat tersebut dapat dibahasakan seperti kalimat ini, “Tidak memahaminya (Al Quran) kecuali hamba-hamba yang disucikan.” Tentu saja, sarana yang dapat digunakan untuk memahami adalah otak (fikiran). Jadi, jika otak (fikiran) seseorang dalam kondisi yang kotor, maka dia tidak akan dapat memahami Al Quran.

Kita telah memahami apa yang dimaksud dengan menyentuh dalam ayat tersebut, lantas apakah yang dimaksud dengan najis? Perihal najis ini dijelaskan dalam surah At Taubah 9:28, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam sesudah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberikan kekayaan kepadamu dari karuniaNya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” Jadi, jelaslah yang dimaksud dengan najis di sini bukanlah najis secara fisik, tetapi nilai yakni kemusyrikan. Orang tidak akan dapat memahami Al Quran ketika dalam kondisi yang najis yakni musyrik. Karena untuk dapat mengabdi kepada Alloh harus berdasarkan ilmu yakni Al Quran, sementara Al Quran sendiri tidak dapat difahami ketika dalam kondisi musyrik, maka hal pertama yang harus difahami terlebih dulu adalah perihal kemusyrikan.



Faham Kemusyrikan

Syirik atau mempersekutukan Alloh merupakan perbuatan yang paling dibenci Alloh, merupakan dosa besar yang tidak akan diampuni –An Nisaa 4:48-, serta amalan-amalan yang telah dikerjakan oleh orang-orang musyrik akan dilenyapkan –Al An’aam 6:88-. Alloh sangat murka kepada makhluk yang mempersekutukan Dia dengan sesuatu apa pun. Dalam Al Quran terdapat larangan untuk mempersekutukan Alloh, karena mempersekutukan Alloh merupakan kezhaliman yang amat besar –Luqman 31:13-. Lalu, apakah yang dimaksud dengan syirik?

Syirik berasal dari kata syaroka yang artinya adalah mempersekutukan, menyamakan, atau menduakan. Hari ini orang-orang jika ditanya tentang syirik, maka jawabannya pasti syirik itu adalah mempersekutukan atau menduakan Alloh. Contohnya adalah menyembah patung, menyembah pohon besar, percaya kepada dukun, meyakini keris memiliki kekuatan yang besar, dan lain-lain. Demikianlah pemahaman orang-orang tentang syirik, dan setiap kali ditanya tentang syirik, maka jawabannya pasti itu. Sebenarnya yang dimaksud dengan syirik tidaklah seperti itu. Jika, misalnya, syirik dicontohkan dengan menyembah patung atau percaya kepada dukun, berarti dalam pemahaman orang-orang tersebut Alloh seperti (berwujud) patung atau dukun. Ada dua patung, patung A dan patung B (= Alloh), tetapi yang disembah orang-orang adalah patung A, sehingga dikatakan orang-orang tersebut telah mempersekutukan atau menduakan (= menomorduakan) Alloh. Atau terdapat dua dukun, dukun I dan dukun II (= Alloh), tetapi yang dipercayai adalah dukun I, sehingga orang-orang itu dikatakan telah berbuat syirik terhadap Alloh. Tidak demikian saudara! Yang dimaksud dengan syirik tidaklah seperti itu karena dalam surah Asy Syuura 42:11 dikatakan bahwa tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Alloh.

Dalam surah Asy Syuura 42:11 tersebut, dikatakan bahwa Dia-lah Alloh yang telah menciptakan Langit dan Bumi dan segala isinya. Karena Dia-lah Alloh satu-satunya yang telah menciptakan langit dan bumi serta segala isinya, maka Alloh punya peran (peranan) yang seharusnya tidak dapat dimiliki oleh makhluk ciptaan-Nya. Ketika ada makhluk ciptaan-Nya yang berperan selayaknya Sang Pencipta, yakni Alloh, maka dikatakan telah terjadi kemusyrikan. Lalu, apakah peranan Alloh yang telah menciptakan makhluk-Nya? Peranan Alloh ini digambarkan dalam surah Al Fatihah 1:2,4,dan 5.

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

Segala puji bagi Alloh, Robb semesta Alam (ayat 2)
Yang Menguasai (Malik) hari pembalasan (ayat 4)
Hanya kepada Engkau-lah kami mengabdi (Ma’bud) dan meminta pertolongan (ayat 5)

Jadi, Alloh mempunyai tiga peranan yakni selaku Robb (Pengatur), Malik (Penguasa), dan Ma’bud (Yang Diabdi). Yang dimaksud Alloh berperan selaku Robb adalah Alloh selaku satu-satunya Pengatur di alam semesta, termasuk pengatur kehidupan ummat manusia. Alloh selaku Malik adalah Alloh selaku satu-satunya yang berkuasa atas segala yang diciptakan-Nya. Kemudian Alloh selaku Ma’bud adalah Alloh selaku satu-satunya yang diabdi oleh makhluk-Nya. Tentu, karena Dia-lah Alloh yang menjadi Pengatur dan Penguasa, maka Dia-lah Alloh satu-satunya yang diabdi oleh makhluk-Nya.

Ketiga peran Alloh inilah yang tidak boleh disekutukan manusia. Manusia tidak boleh menggunakan aturan atau hukum selain aturan atau hukum Alloh. Manusia tidak boleh berlindung di bawah kekuasaan selain kekuasaan Alloh. Serta manusia tidak boleh tunduk-patuh atau mengabdikan dirinya selain kepada Alloh saja. Ketiga peran Alloh inilah yang disebut dengan Ilah[5]. Kemudian wujud atau manifestasi daripada Ilah adalah Dien. Tentu Dia Alloh selaku Sang Robb atau Pengatur memiliki Rububiyah ‘aturan’, Alloh selaku Malik atau Penguasa memiliki mulkiyah ‘kekuasaan’, dan Alloh selaku Ma’bud atau Yang Diabdi memiliki Ubudiyah ‘pengabdian’. Rububiyah, mulkiyah dan ubudiyah –seringkali disebut juga dengan uluhiyah- inilah yang dinamakan dengan Dien. Nah, dien inilah yang sebenarnya diajarkan oleh para Nabi dan Rosul, baik Muhammad, Isa, Musa maupun para nabi dan rosul sebelumnya.

أَفَغَيْرَ دِينِ اللَّهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ

“Maka apakah mereka mencari selain Dien Alloh, padahal kepada-Nya-lah berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan.”

Terkait dengan Dien ini, dikatakan bahwa ada manusia yang mencari selain Dien Alloh –Ali Imran 3:83-. Dalam ayat ini terdapat kata yabghuuna yang di dalamnya mengandung dhomir[6] (kata pengganti) hum (mereka). Dhomir hum yang artinya adalah mereka, yang dimaksud adalah manusia jamak atau manusia dalam jumlah yang banyak. Sehingga terjemahan ayat tersebut dapat ditulis secara lebih lengkap menjadi “Maka apakah mereka (manusia) mencari selain Dien Alloh, padahal kepada-Nya-lah berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allohlah mereka (manusia) dikembalikan.” Berdasarkan ayat ini, berarti ada manusia yang hidup tidak berdasarkan Dien Alloh. Nah, adanya manusia yang hidup tidak berdasarkan Dien Alloh, melainkan hidup berdasarkan dien yang lain ini, diperjelas lagi dalam surah An Nisaa 4:60.

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ ءَامَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.”

Menurut Al Quran, mengabdi yang benar adalah hanya kepada Alloh, dalam artian hanya Alloh sebagai Robb, Malik dan Ma’bud. Manusia dikatakan tidak mengabdi kepada Alloh ketika dalam pengabdiannya dia tidak menjadikan Alloh selaku satu-satunya Robb, Malik dan Ma’bud. Wujud atau bentuk pengabdian kita kepada Alloh adalah dengan mengikuti atau mengimani apa yang telah diturunkan-Nya yakni Al Quran (apa yang diturunkan kepadamu) dan juga kitab-kitab yang diturunkan sebelum Al Quran. Dalam surah An Nisaa 4:60 ini dijelaskan bahwa ada orang-orang yang mengaku beriman kepada Al Quran (sebagai wujud pengabdian kepada Alloh), tetapi pada saat yang sama dia juga berhakim (berhukum) pada aturan-aturan atau hukum-hukum yang di luar Al Quran (thogut). Nah, orang yang seperti ini dikatakan telah sesat sejauh-jauhnya. Dalam ayat yang lain, orang yang tersesat sejauh-jauhnya dikatakan sebagai orang-orang yang musyrik –An Nisaa 4:116-. “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu)(= musyrik) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.” Jadi, dapatlah kita pahami bahwa ketika ada yang berhukum tidak pada aturan-aturan atau hukum-hukum Alloh (Al Quran) dia dikatakan telah berbuat kemusyrikan. Menurut surah An Nisaa 4:60, ada orang-orang yang merasa (mengaku) telah beriman kepada Alloh, tetapi pada saat yang sama dia juga berhukum pada thogut (aturan atau hukum yang di luar Al Quran). Padahal antara hukum atau aturan Alloh dengan hukum atau aturan thoghut adalah berbeda.

Yang seperti inilah yang dikatakan sebagai orang yang musyrik atau tersesat sejauh-jauhnya.
Qs.4/60
MUSYRIK

Kata thogut berarti tiap-tiap yang melampaui batas. Artinya, ada orang-orang yang seharusnya hanya mengabdi kepada Alloh, dalam artian hanya menjadikan Alloh sebagai satu-satunya Pengatur, satu-satunya Penguasa dan satu-satunya Yang Diabdi, tetapi melampaui batasan tersebut, yakni menjadikan selain Alloh (thoghut) sebagai pengatur, penguasa dan yang diabdi. Kata thoghut ini merujuk pada masalah hukum, sehingga dalam penggalan ayat sebelumnya dikatakan An Yatahaakamuu ‘berhukum’. Kata ini (thoghut) masih satu akar kata dengan kata thogho yang terdapat dalam surah An Naazi’aat 79 ayat 17 dan 24.

اذْهَبْ إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى
فَقَالَ أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَى
"Pergilah kamu kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas, (ayat 17)
(Seraya) berkata: "Aku (Firaun) lah tuhanmu yang paling tinggi." (ayat 24)

Yang dimaksud bahwa Firaun melampaui batas dalam ayat tersebut adalah Firaun melaksanakan peran-peran yang seharusnya hanya Alloh yang berhak berperan demikian. Dalam hal ini Firaun merasa dan memerintahkan kepada setiap orang untuk menganggap dirinya sebagai pengatur yang tertinggi, satu-satunya penguasa dan sebagai satu-satunya yang diabdi. Hal ini sesuai dengan apa yang dinyatakan dalam ayat berikutnya, yakni ayat ke-24.

Meskipun dalam surah An Naazi’aat 79 ayat 17 dan 24, yang disinggung adalah kasus Firaun. Tetapi, hal ini bukan berarti masalah itu sudah tidak mungkin lagi terjadi pada masa sekarang ini. Surah An Nisaa 4:60 dan surat-surat lainnya, yang didalamnya dijelaskan masalah kemusyrikan ini masih berlaku sampai sekarang, dan bahkan akan terus berlaku pada kehidupan generasi selanjutnya, selama syarat dan kondisi kemusyrikannya terpenuhi. Artinya, dalam kehidupan kita hari ini, kita masih bisa menemukan orang-orang yang dikatakan sebagai orang-orang musyrik atau tersesat sejauh-jauhnya tersebut. Nah, pertanyaannya adalah apakah kita termasuk orang-orang yang musyrik atau tidak?
Wujud Konkrit Mempersekutukan Alloh

Di awal telah dijelaskan bahwa ajaran yang dibawa para nabi dan rosul adalah sama, yakni mengabdi kepada Alloh dengan cara menjadikan Alloh saja sebagai Pengatur, Penguasa dan Yang Diabdi. Ketika ajaran yang digunakan adalah ajaran Alloh, atau ketika yang diabdi hanyalah Alloh, maka manusia pasti akan hidup dalam kondisi yang tauhid ‘bersatu’ –Al Anbiyaa 21:92. “Sesungguhnya (dien tauhid) ini adalah dien kamu semua; dien yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka mengabdilah kepada-Ku.”

Kemudian dijelaskan juga bahwa dosa yang paling dibenci dan tidak diampuni oleh Alloh adalah syirik. Adapun ciri-ciri dari kehidupan syirik dijelaskan dalam surah Ar Ruum 30:31-32.

مُنِيبِينَ إِلَيْهِ وَاتَّقُوهُ وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَلَا تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ

Dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah (musyrik),
Yaitu orang-orang yang memecah belah dien mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.

Menurut surah Ar Ruum 30:32, ciri-ciri dari orang-orang yang musyrik adalah; 1) Yang memecah belah dien, 2) Menjadi beberapa golongan, dan 3) Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongannya masing-masing. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar di bawah ini.



KRISTEN
ISLAM
YAHUDI
Gambar 02:

Hari ini jika kita bicara tentang agama, maka kenyataan yang kita dapati adalah bahwa terdapat banyak dan bermacam-macam agama, di samping juga aliran kepercayaan. Dimana masing-masing agama tersebut berbeda antara satu dengan yang lainnya. Menurut penganut agama Islam, Islam adalah ajaran baru yang ada setelah Muhammad, bahwa sebelum Muhammad tidak ada Islam. Demikian juga penganut agama Kristen, menurut mereka ajaran merekalah hari ini yang benar, yang dibawa oleh Yesus Kristus. Tidak ketinggalan penganut ajaran Yahudi, menurut mereka ajaran merekalah yang benar, yang dibawa oleh Musa. Demikianlah kondisi yang terjadi dalam kehidupan kita hari ini.

Jika kita mengacu kepada surah Ar Ruum 30:31-32 tadi, berarti hari ini kita sedang terjebak dalam kondisi kemusyrikan.


















Hari ini, masing-masing penganut agama tertentu meyakini bahwa agamanyalah yang benar. Masing-masing meyakini bahwa ajaran (agama) mereka berbeda karena berbedanya rosul yang membawa ajaran tersebut. Katakanlah Islam, menurut penganutnya Islam sebagai sebuah agama baru ada setelah Muhammad, karena yang membawanya adalah Muhammad. Sementara Isa dan Musa adalah rosul-rosul kecil yang tidak tuntas dalam menjalankan tugasnya. Menurut penganut ini, ajaran yang terdapat dalam agama Kristen dan Yahudi sudah tidak Up to Date lagi karena setelah Isa Alloh telah mengutus Muhammad yang membawa ajaran (agama) baru yakni Islam. Demikian pula sebaliknya, menurut penganut agama Kristen, agama merekalah yang benar sementara yang lain tidak, sedangkan menurut penganut agama Yahudi, agama merekalah yang benar. Masing-masing meyakini bahwa Rosul yang telah Alloh utus kepada mereka membawa ajaran yang berbeda-beda.

Padahal, jika kita lihat langsung ke dalam kitab suci, misalnya Al Quran, sangat jelas di dalamnya dijelaskan bahwa ajaran yang dibawa oleh para Nabi dan Rosul adalah sama karena yang mengutus masing-masing mereka adalah sama, yakni Alloh –surat Al Baqarah 2:130-133, Ali Imran 3:67, Al An’aam 6:161-162, dan lain-lain. Karena saat ini kita hidup dalam kondisi yang demikian, berarti kita sedang hidup dalam kondisi kemusyrikan, yakni kondisi kehidupan yang amat Alloh benci. Lantas bagaimanakah cara agar dapat keluar dari kemusyrikan tersebut?

Uzlah sebagai Bentuk Mencontoh Para Rosul

Untuk dapat terbebas dari kondisi kemusyrikan, maka seseorang harus mau kembali kepada Alloh –Ali Imran 3:31. Bagaimanakah cara untuk dapat kembali pada Alloh? Yakni dengan cara mengikuti atau mencontoh Rosul –Al Ahzab 33:21. Apakah bentuk yang dicontohkan Rosul sehingga kita dapat keluar dari kondisi kemusyrikan? Yakni melakukan sesuatu yang disebut dengan uzlah, sebagaimana dijelskan dalam surah Al Kahfi 18:16, “Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka abdi selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu.” Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar di bawah.



الطاغوت
MUSYRIK
Qs.18/16, Uzlah
الله
Gambar 03:
Menurut surah Al Kahfi 18:16, seseorang jika ingin keluar dari kondisi kemusyrikan, maka yang harus dilakukan Uzlah, yakni masuk ke dalam Gua.

Yang dimaksud gua bukanlah gua secara fisik, tetapi hanya penggambaran upaya mengamankan aqidah iman dari tercampur aqidah musyrik.
MUKMIN
















Apabila kamu ingin meninggalkan mereka (orang-orang musyrik) dan apa-apa yang mereka abdi selain Alloh (thoghut), maka Allah perintahkan untuk mencari tempat berlindung ke dalam gua. Maksudnya adalah, mengamankan aqidah iman dari tercampur aqidah musyrik. Kata meninggalkan dalam ayat ini adalah meninggalkan secara aqidah. Secara fisik masih tetap berhubungan dengan mereka, tetapi secara aqidah sudah berbeda dengan mereka. Ini yang disebut dengan selemah-lemahnya iman. Rosul pernah bersabda: “Apabila kamu melihat kemungkaran, maka cegahlah dengan tanganmu, tapi kalau tidak mampu maka cegahlah dengan lisanmu, apabila tidak mampu maka cegahlah dalam qolbumu, itulah selemah-lemah iman. Berdasarkan hadits tersebut, maka upaya yang dapat kita lakukan baru sebatas meninggalkan secara aqidah. Inilah yang dinamakan dengan uzlah, yakni berpindah dari aqidah musyrik kepada aqidah iman.

Nah, tentang iman itu sendiri, dalam Al Quran dijelaskan bahwa seseorang dikatakan iman apabila telah mendapatkan izin dari Alloh –Yunus 10:100-. “Dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya.” Berdasarkan ayat ini, berarti manusia tidak gampang atau tidak mudah untuk menyatakan dirinya beriman, tetapi harus mendapatkan izin dari Allah terlebih dahulu. Apakah yang dimaksud dengan izin Alloh? Maksud izin Alloh ini dijelaskan dalam surah Al Hadiid 57:8. “Dan Mengapa kamu tidak beriman kepada Allah padahal Rasul menyeru kamu supaya kamu beriman kepada Tuhanmu. dan Sesungguhnya dia Telah mengambil perjanjianmu jika kamu adalah orang-orang yang beriman.

Berdasarkan ayat ini, berarti manusia baru akan dikatakan iman kepada Allah ketika sudah mengadakan perjanjian dengan Allah (=Mitsaq), sebagaimana yang telah dilakukan para Nabi dan Rosul sebelumnya, yakni Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad –Al Ahzab 33:7. “Dan (Ingatlah) ketika kami mengambil perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri) dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putra Maryam, dan kami Telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh.” Jadi, yang harus dilakukan manusia agar dapat keluar dari kondisi kemusyrikan adalah dengan ber-Mitsaq kepada Alloh. Hanya orang-orang yang mengadakan janji pada Allah saja yang berhak mendapat syafaat dari Allah –Maryam 19:87. “Mereka tidak berhak mendapat syafa'at kecuali orang yang Telah mengadakan perjanjian di sisi Tuhan yang Maha Pemurah.

Mereka (orang-orang yang masih musyrik) tidak akan ditolong Allah sebelum mereka mengadakan perjanjian kepada-Nya. Karena Alloh hanya akan memberi syafaat (pertolongan)-Nya kepada orang-orang yang telah mengadakan perjanjian dengan-Nya. Bentuk syafaat (pertolongan) Allah tersebut adalah; a) Orang tersebut akan Allah keluarkan dari kondisi kemusyrikan, b) Dosa-dosanya akan diampuni, dan c) Allah akan selalu menjaganya dari perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai dengan Al Quran.

Jika kita telah sanggup atau bersedia bermitsaq kepada Alloh, lalu apakah isi dari perjanjian tersebut? Isi atau poin mitsaq itu dijelaskan dalam surah Al Mumtahanah 60:12. “Hai nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tiada akan menyekutukan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, Maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Demikianlah materi Talwiyah yang dapat disampaikan dalam kesempatan ini. Semoga dari apa yang dipahami dalam materi ini, dapat memudahkan dalam memahami konsep-konsep kebenaran yang lainnya yang ada dalam Al Quran.
[1] Alam semesta adalah fana. Ada penciptaan, proses dari ketiadaan menjadi ada, dan akhirnya hancur. Di antaranya ada penciptaan manusia dan makhluk hidup lainnya. Di dalamnya berlangsung pula ribuan bahkan jutaan proses kimia, fisika, biologi, dan proses-proses lain yang tak diketahui. Semula penciptaan alam semesta adalah sebuah konsep yang diabaikan. Alasannya adalah penerimaan umum atas gagasan bahwa alam semesta telah ada sejak waktu tak terbatas, dan terjadinya secara kebetulan (Teori Kebetulan Materialisme). Pemahaman bahwa alam semesta terjadi secara kebetulan dibantah oleh seorang ahli matematika Inggris terkenal, yakni Roger Penrose. Menurut Penrose, peluang alam semesta terjadi secara kebetulan adalah 1 banding 1010123. Frase “sangat mustahil” tidak cukup untuk menggambarkan peluang ini.
Sangat mustahil sekalinya –merupakan bentuk yang tidak baku- alam semesta berbentuk secara kebetulan, menjelaskan bahwa alam semesta ini diciptakan oleh Dzat Pencipta, yakni Robbul ‘Alamin. Di mana seluruh makhluk yang ada di alam semesta tunduk-patuh kepada aturan-aturan atau hukum-hukum yang telah ditetapkan-Nya.
[2] Nampaknya, adanya pemisahan yang tegas antara masalah agama dengan masalah duniawi bermula dari penerjemahan yang tidak tepat atas lafadz atau kalimat liya’buduni. Orang-orang hari ini banyak yang berfikiran bahwa masalah duniawi, misalnya kerja dalam segala macam dan bentuknya, tidak ada kaitan atau hubungannya dengan masalah agama, misalnya sembahyang, puasa, zakat, haji, dan lain-lain.
[3] Dalam surah Al Baqarah 2:185, dijelaskan bahwa salah satu dimensi Al Quran adalah huda linnaas, sebagai petunjuk atau pedoman bagi manusia. Dalam kalimat yang lain, Al Quran dapat dikatakan sebagai penuntun atau yang menuntun manusia untuk dapat mengabdi secara benar kepada Alloh. Sedangkan, dalam surah Al A’raaf 7:3 tadi terdapat perintah untuk mengikuti Al Quran dan larangan untuk mengikuti pemimpin-pemimpin selainnya. Dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan pemimpin di sini adalah Al Quran itu sendiri karena salah satu fungsinya sebagai petunjuk, pedoman atau penuntun manusia, dimana yang bertugas memberikan petunjuk, penuntun atau guide adalah seorang pemimpin. Dalam hal ini, Al Quran dimajashiperbolakan.
[4] Tajwid adalah ilmu yang dipergunakan untuk mengetahui tempat keluarnya huruf hijaiyah (makhraj), dan sifat-sifatnya serta bacaan-bacaannya. Sedangkan manteq adalah ilmu logika.
[5] Jadi, yang dimaksud dengan Ilah dalam kalimat ke-1 daripada syahadat, yakni Laa ilaha illa Alloh, adalah tidak ada Robb (Pengatur), tidak ada Malik (Yang Berkuasa) dan tidak ada Ma’bud (Yang Diabdi) selain daripada Alloh.
[6] Dalam bahasa Arab, dhamir (kata pengganti) memiliki empat belas bentuk. 1) Huwa: dia laki-laki satu, 2) Huma: dia laki-laki dua, 3) Hum: mereka laki-laki banyak, 4) Hiya: dia prempuan satu, 5) Huma: dia prempuan dua, 6) Hunna: mereka prempuan banyak, 7) Anta: kamu laki-laki satu, 8) Antuma: kamu laki-laki dua, 9) Antum: kalian laki-laki banyak, 10) Anti: kamu prempuan satu, 11) Antuma: kamu prempuan dua, 12) Antunna: kalian prempuan banyak, 13) Ana: saya, dan 14) Nahnu: kami atau kita. Jadi, semuanya berjumlah empat belas dhamir.

Adam TELANJANG!!!


Sabtu, 04 April 2009

Adam TELANJANG!!!

“Maka syaitan membujuk keduanya (untuk memakan buah itu) dengan tipu daya. Tatkala keduanya telah merasai buah kayu itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga. Kemudian Tuhan mereka menyeru mereka: “Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu dan Aku katakan kepadamu: “Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?”

Buah Kayu” adalah sebuah hasil dari pohon yang sesungguhnya tidak bisa dimakan oleh manusia. Ia tidak mengenyangkan atau memberi manfaat bagi manusia. Buah dari pohon kehidupan yang buruk, sistim kehidupan yang menyandarkan azas kebenaran dari rekayasa manusia bukan rekayasa Nya, sistim kehidupan yang mengutamakan paripurna kehidupan materialistik. Selama manusia mengharapkan manfaat dari pohon itu, maka yang akan terjadi adalah kekacauan, keserakahan, Korupsi, Penipuan, Penzoliman diantara komunitas manusia. Itulah kehidupan Neraka.

Godaan untuk memakan buah itu amatlah besar karena pohon itu melambai-lambaikan buahnya yang terlihat ranum dan siap untuk dipetik. Demikian pula materi yang memiliki ciri dan gelagat yang sama dengan buah dari pohon itu.

Maka tergodalah manusia untuk mencicipi dan menikmati buah yang merayu itu dengan cara yang tidak benar. Mereka melakukan Korupsi, Pungli, Premanisme, dan penyalahgunaan wewenang yang terkait dengan jabatan yang disandang.

Karena mereka mendapatkannya dengan cara yang tidak benar, maka nampaklah rahasia kebobrokan sesungguhnya yang telah diselimuti sejak lama. Nampaklah bagi mereka aurat-auratnya dihadapan masyarakat yang melingkupinya.

Hingga mereka yang menikmati buah dari pohon itu digiring ke meja hijau untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya. Untuk menutupinya, mereka bersolek dengan kulit-kulit agamis. Mereka akrab dengan ibadah-ibadah ritual, berpenampilan layaknya seorang yang alim. Menyilaukan mata yang melihatnya dengan tujuan agar mendapatkan simpati. Agar mendapatkan kebijaksanaan dari mahkamah yang mengadilinya dari hukuman yang diancamkan. Siapa tahu Tuhan mengampuni kesalahannya dengan meringankan hukuman yang akan diterimanya. Mereka menutup aurat-auratnya dengan daun-daun surga. Daun yang menjadi patokan bagi khalayak sebagai penghuni surga. Padahal ular/iblis yang menipu adam juga berada di surga. Dengan kata lain orang-orang yang munafik ada dimana-mana, termasuk di tempat yang akrab dengan daun surga.

Kepatuhan dan ketaatan kepada Nya adalah pakaian orang-orang yang beriman. Ketika kepatuhan dan ketaatan itu hilang -dengan memakan buah itu-, terlepaslah segala pakaian yang menutupi aurat sebagai lambang dari aib, yaitu dosa. Jika tetap mendekati pohon kehidupan yang dilarang itu, maka manusia akan memakan buahnya, manusia akan mengalami hal-hal yang pernah dilakukan oleh Adam, yaitu terjebak dalam kubangan Neraka yang tidak ada jalan keluar untuk menghindarinya.

“Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu dan Aku katakan kepadamu: “Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?”

Millah Abraham


sabtu, 04 April 2009

IKUTI MILLAH IBRAHIM !

[22:78] Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu994, dan (begitu pula) dalam (Al Qur’an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.

AJARAN IBRAHIM ADALAH SHIROTHOL MUSTAQIM

[6:161] Katakanlah: “Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus, dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang musyrik”.

YANG TIDAK MENGIKUTI DIEN IBRAHIM ADALAH ORANG MUSYRIK

[6:153] dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain)521, karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.

KARENA BERPECAH BELAH ADALAH MUSYRIK

[30:31] dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah,

[30:32] yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka1170 dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.

IKUTI MILLAH IBRAHIM !


[22:78] Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu994, dan (begitu pula) dalam (Al Qur’an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.